Kitab Hukum Acara Pidana VIII






BAB XV

PENUNTUTAN

Pasal 137
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Pasal 138
(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Pasal 139
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.
Pasal 140
(1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.
(2) a.Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.
    b.Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan.
    c.Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim.
    d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka
Pasal 141
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:
    a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
    b. beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;
    c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Pasal 142
Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.
(1) Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadii perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
    a.nama Iengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
    b.uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan termpat tindak pidana itu dilakukan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
(4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Pasal 144
(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dirnulai.
(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.

BAB XVI

PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Bagian Kesatu
Panggilan dan Dakwaan

Pasal 145
(1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan Secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau ditempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.
(3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara.
(4) Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orarig lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.
Pasal 146
(1) Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
(2) Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-Iambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.

BAB XVI

PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Bagian Kedua
Memutus Sengketa mengenai Wewenang Mengadili

Pasal 147
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.
Pasal 148
(1) Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya.
(2) Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.
(3) Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disarnpaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.
Pasal 149
(1) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, maka:
    a.Ia mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima;
    b.tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
    c. perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;
    d. dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan.
(2) Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
(3) Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.
(4) Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang bcrsangkutan.
(5) Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 150
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:
    a.jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
    b.jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
Pasal 151
(1) Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
(2) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili:
    a.antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
    b.antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
    c.antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar